Cerpen Tentang Sahabat Sejati dan Terbaik di Sekolah

cerpen tentang sahabat
Cerpen Tentang Sahabat

Menulisindonesia.com – Cerpen Tentang Sahabat. Inilah potret persahabatan di sekolah. Sosok sahabat terbaik dan peduli terhadap persoalan sahabatnya.
Sebuah cerita yang ditulis oleh Imam Sapi’i, S.Pd, seorang guru SD Muhammadiyah Metro Pusat, Kota Metro berjudul tentang Potret Persahabatan.
Sebuah gambaran kisah persahabatan di sekolah antara Furqon dan Faiz. Antara kepedulian dan karakter yang kuat dalam cerita mengisahkan sosok keduanya.
Sebuah gambaran cerita pendek tentang persahabatan di sekolah, SD, SMP, dan SMA. Contoh cerpen persahabatan yang indah dan penuh cinta.
Endingnya pun cerpen persahabatan sedih ini mampu mencabik cabik nurani. Bahwa persahabatan sejati penting dari segalanya. Segala upaya bisa dilakukan.
Inilah Potret Persahabatan, sebuah contoh cerpen pesahabatan sejati, cerpen sahabat terbaik yang ditulis Pak Imam Sapi’i. Selamat menikmati:

Contoh Cerpen Tentang Sahabat Terbaik

cerpen persahabatan sejati
cerpen persahabatan sejati
Potret Persahabatan - Imam Sapi’i, S.Pd. - Guru SD Muhammadiyah Metro Pusat
Semua siswa kelas 5 sudah berbaris rapi di halaman. Tidak seperti biasanya, jika baris ngobrol tak serius. Terang saja, hari ini kan acara seleksi Internasional Super Camp (ISC), dua regu putri dan putri akan dipilih mewakili sekolah menjadi duta di Prambanan. Even Internasional ini menjadi daya tarik tersendiri bagai Furqon, Faiz, dan semua siswa kelas 5.
          Seleksi cukup ketat. Materi seleksi ada tiga tahap. Pertama, tentang pengetahuan Kepanduan. Kedua, PBB. Dan ketiga tes Bakat. Siapa yang dapat skor tertinggi dari tiga materi ini yang akan terpilih.
          Satu bulan lebih Furqon membersiapkan diri, berlatih PBB dan memperlajari buku pedoman kepanduan, buku itu ia peroleh dari perpustakaan sekolah. Menurut informasi dari pak guru tes bakat yang dicari diantranya, Azan, Qiroah, Ceramah, Puisi. Enggrang dan lain halnya.
          Bakat Furqon pada Ceramah. Sedangkan Faiz baca puisi. Jika Furqon sudah tampil, tampilannya memukau, suaranya bisa menggema. Kalau Faiz, alunan puisinya membuat orang yang mendengar larut terbawa.
          “Hai Furqon, bagaimana  tesnya, ada kesulitan?” tanya Faiz kepada Furqon.
          “Alhamdulillah Faiz, lancar. Semua tes bisa saya jawab. Terus, bagaimana persiapanmu nanti di uji bakat?” Furqon balik bertanya.
          “Siaap! Saya sudah siap dengan tampilan puisiku. Kamu bagaimana Pasha, siap?”  
Masing-masing sudah menunjukkan kemampuan dan bakatnya. Rasa was-was dan harap-harap cemas dirasakan para siswa. Harapan untuk keterima menjadi peserta amat tinggi. Maklum saja acara ini cukup keren dan bergensi.  

Baca Juga: Cerita Singkat Tentang Keluarga, Duka Mengawali Suka

****
Pagi itu, langit amat serah. Sinar mentari menggelayut di sebelah timur. Waktu sudah menunjukkan pukul 6.15 menit. Furqon bergegas, tinggal memakai sepatu. Perjalanan dari rumah Furqon butuh waktu 10 menit. Pukul 06.50 sirene sekolah sudah meraung-raaung tanda masuk. Dan ia berprinsip pantang untuk telat.
Hari ini adalah hari yang dinanti. Setelah pekan lalu ikut seleksi supercamp Jambore Nasional di Prambanan. Pak Guru menjanjikan bahwa Senin pagi pengumuman siapa yang akan masuk tim Pandu HW ditempel di Mading sekolah.
“Ayo Ayah, kita berangkat,” ajak Furqon kepada Ayahnya.
“Ayo Furqon, Ayah tinggal pakai sepatu,” jawab Ayah sambil mengambil sepatunya yang sudah agak kusam.
Maklumlah, orang tua Furqon guru honorer saja. Gajinya hanya cukup untuk keseharian, dan banyak yang harus dibiayai. Untuk beli sepatu tentu harus menyisihkan anggaran.
Furqon di-gonceng Ayahnya dengan sepeda motor bebek produksi tahun 2001. Motor itu yang setia mendampingi Ayah Furqon selama 18 tahun. Berbeda dengan orang tua Faiz. Ayahnya seorang pengusaha, dan ibunya Pejabat Pemerintah.
Dalam perjalanannya ke sekolah, Furqon sudah membayangkan kalau lolos jadi Tim Pandu Supercam di Prambananan. Ia membayangkan akan melihat langsung Candi Prambanan, seperti di gambar yang pernah ia lihat di waktu-waktu lalu.
Selama ini ia hanya melihat salah satu candi terbesar di dunia itu hanya lewat, buku dan TV dan Internet. Benar saja, saat Furqon baru tiba, di depan mading sudah berkumpul anak-anak kelas 5. Belum jauh Furqon melangkah setelah turun dari motor, Faiz sudah menghampiri.
“Selamat ya Furqon kamu terpilih ikut tim Pandu HW,” di depan sudah menghadang Faiz bersama beberapa teman-teman lainnya.
“Ah...!! benarkah aku terpilih,” jawab Furgon dengan nada penasaran.
“Benar Furqon, masak kita bohong sama kamu. Iyakan teman-teman.” Faiz berusaha meyakinkan.
Furqon langsung berlari ke tengah kerumuman di depan mading. Rasa penasarannya sampai melupakan Faiz yang sudah menghadapangnya di depan pintu gerbang. Maklum saja kegiatan ini merupakan ajang bergengsi. Seleksinya sangat ketat, dari 224 hanya 24 siswa putra-putri yang terpilih. Proses seleksinya pun selama tiga hari, dengan beberapa kriteria.
Pak guru menyeleksi tiga kemampuan sekaligus, PBB, Akademik, dan tes fisik. Tesnya pun tidak tanggung-tanggung dari 13.00 sampai 15.00. Seleksi hari terakhir tinggal 40 siswa, tentu perasaan was-was di antara kami khawatir jika tidak terpilih.

Baca Juga: Tips Penting Menulis Cerita Pendek (Cerpen)

***
Bel sekolah berbunyi, tanda masuk kelas masing-masing. Furqon dan yang lain segera berkumpul di halaman, sesuai perintah Pak Guru yang lolos seleksi tidak masuk kelas, melainkan berkumpul di halaman langsung berlatih. Setelah Pak Guru membariskan dengan rapi dan tertib, senyumnya pagi ini membuat peserta tambah bersemangat.
“Anak-anakku sekalian, selamat kalian anak-anak hebat, akan menjadi duta Supercam di Prambanan. Tapi ini baru seleksi, kalian nanti akan digembleng sama Raman-Ramanda untuk jadi pandu yang tangguh. Siapa yang tidak sanggup silahkan mengundurkan diri dari sekarang,” ucap Pak Guru sampai melihat kami, satu persatu.
“Tidak boleh ada yang ngeluh capek, bosan, dan macam-macam. Jadi kader berat, tidak sanggup lebih baik pulang,” tandas Pak Guru memotivasi.
“Kalian Siap?” Tanyanya lantang, menggema.
“Siaaaap!!!” Serentak kami semua menjawab.
Hari pertama kami dilatih langsung pak guru. Materi pertama teknik baris-berbaris. Dari gerakan ditempat sampai gerakan berjalan. Beberapa jam kemudian berlatih, istirahat tiba. Saat istirahat, Faiz menghampiriku.
“Hai... Furqon,  kamu benar mau keliling-keliling lihat Candi Prambanan,” tanyanya.
“Iya... Faiz, bahkan aku pengen lihat bekas kerajaan Prabu Boko. Menurut buku yang saya baca, nggak jauh dari sana. Kamu mau ikut gak?” Terang Furqon sambil tanya balik.
“Tentu dong! Bahkan saya juga mau pelajari bagaimana cara membuat candi itu,” terang Furqon menyakinkan.
“Wah, emang kamu buat Candi. Eh, ngomong-ngomong kamu mau bawa uang saku berapa?” Tanya Faiz balik sambil penasaran.
“Belum tau, aku belum punya uang, tergantung nanti ayahku mau kasih berapa,” jawab Furqon melemah. Seperti ada sesuatu yang mengganggu perasaan Furqon.
Begitulah, hari-hari yang dibicarakan Furqon, Faiz bersama teman-temannya. Angan-angan untuk melihat Candi Prambanan dan Istana Ratu Boko menjadi sesuatu yang paling menarik. Sepertinya kegiatan Supercam jadi menarik karena sambil rekrasi ilmiah. Bermacam-macam keinginannya, dan barang yang akan dibelinya sebagia oleh-oleh.
Tak terasa, sudah satu minggu mereka berlatih, mendapatkan materi-materi penting kepanduan, mulai dari PBB, tali temali, sandi, halang rintang, teknik mendirikan tenda, memasak. Bahkan materi simulasi kebakaran dan banjir pun mereka dapatkan. Mereka mendapatkan materi dari beberapa ramanda. Ramanda Budi, Bisri, Erik, dan Dedi.

Baca Juga: Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Cerpen (Cerita Pendek)

***
Pagi itu, sehabis subuh sepertinya suasana agak berbeda. Ayah yang biasanya selalu mengajak Furqon ngobrol dan bertanya tentang sedikit pelajaran dan hubungan dengan teman-temanku. Bertanya sudah sudah membatu apa terhadap temannya, dan apa yang akan dilakukan hari ini. Kali ini Ayah hanya diam, tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Sampai rumah, barulah ayah memanggulku menyuruhku duduk.
“Furqoh, Ayah mau menyampaikan sesuatu sama kamu,” kata Ayah.
     “Iya Ayah,” jawab Furqon.
“Semalam, Ayah sudah diskusi sama Ibu mu, kita sedang tidak ada uang. Sebaiknya kamu mundur saja, tidak ikut Tim HW Supercam ke Prambanan,” terang Ayah, sepertnya terasa berat mengucapkan.
Furqon hanya terdiam, tak satu katapun mampu diucapkan. Tiba-tiba pipi basah, air mata keluar tak bisa tertahan. Ia berlari memeluk Ibunya yang berdiri di samping sejak tadi. Ternyata, Ibu juga ikut mengis tanpa keluar sepatah kata pun.
Benar saja semalam Ayah dan Ibu sampet berdiskusi, membicarakan kegiatan Supercam. Yang hasilnya, Ayah dan Ibu tidak ada biaya sama sekali. Sebenarya Ayah sudah berusaha mencari uang, beliau meminjam ke teman dan saudara, tapi untuk mencari uang 2 juta dalam kondisi saat ini tidaklah mudah. Ada keinginan Ayah pinjam di tempat kerja, tapi potongannya untuk cicilan rumah sudah banyak.
Sepertinya Ayah juga gak tega untuk membatalkan, tapi apalah daya. Usaha Ayah untuk cari dana pinjaman sudah mentok. Bahkan sudah mencoba menggadaikan motornya, tapi penggadaian menolak, motor yang bisa digadaikan tidak boleh lebih dari lima tahun. Sedangkan usia motor Ayah sudah 18 tahun.
Hati Furqon kelu, perasaannya campur aduk. Bayangannya yang selama ini diharap-harapkan ternyata sirna, dengan satu keputusan Ayah tidak ikut, karena tidak ada uang. Rencana bersama teman-teman gagal total, tak ada harapan lagi selain pasrah atas keputusan Ayah. Namun, hari ini ia masih ikut berlatih seperti biasa bersama teman-teman, tapi semangat sudah hilang.
“Eh.. Furqon, kenapa kamu kok kelihatannya gak semangat, tidak seperti biasanya,” tiba-tiba Faiz menepuk Furqon dari belakang.
“Iya Is, gak tau ini, rasanya capek banget,” jawabnya  menepis dugaan Faiz.
“Tapi, kenapa majahmu gak ceria seperti biasanya. Pasti ada masalah, ayolah Furqon cerita dong sama kita.”
“Iya Furqon, siapa tau nanti bisa kita bantu,” kedua temannya itu ikut menimpali kata-kata.
“Aku mun...., mundur,” ucap Furqon dengan berat dan terbata-bata.
“Mundur darimana, dari tim Supercamp?” langsung disahut sama Faiz, kata-kata Furqon, belum sempat melanjutkan.
Dalam waktu beberapa detik Furqon diam. Bibirnya terasa kaku, kelu. Sepertinya berat untuk melanjutkan kata-katanya.
“Apa masalahmu, Furqon?” tanya Faiz mendesak Furqon, penasaran.
Lama Furqon tetap tidak mau menjawab, ia tak ingin masalah yang dialaminya tidak diketahui orang lain, apalagi teman dekatnya, Furqon. Akan tetapi ia harus memberikan jawaban, sebab tak mungkin tak ada alasan.
“Ayahku sedang tidak ada uang,” jawab Furqon singkat.
“Jadi, masalah biaya,” Faiz langsung menyela.
Terlihat mata Furqon berkaca-kaca. Buru-buru ia memalingkan muka, agar tidak terlihat oleh Faiz dan teman-temannya.
Mereka pun sesaat terdiam, rasa iba dan kasihan menghinggapi perasaan Faiz dan temannya ada. Tapi, apalah dikata, biaya sebesar itu tak mungkin bisa bantu. Mereka sendiri juga perlu biaya dan kebutuhan untuk Supercamp.

Baca Juga: Cara Menulis Cerita Pengalaman Pribadi

cerpen sahabat terbaik
Cerpen Tentang Sahabat Terbaik
***
Sore itu, terlihat Faiz mondar-mandir ke kamar dan ruang keluarga. Ibunya yang duduk di pojok ruang sambil membaca buku memperhatikannya. Faiz tak peduli diperhatikan.
“Faiz, kenapa kamu, kok Bunda lihat mondar-mandir dari tadi,” tanya Ibu Faiz, mengangetkan Faiz yang sedang berpikir.
“Gak ada apa-apa Bunda,” jawab Faiz sambil berhenti mendadak, sambil menoleh ke bundanya.
“Bener nich, gak ada apa-apa. Siapa tahu Bunda bisa bantu”. Bunda Faiz penasaran.
“Bunda, bolehkah aku membuka tabunganku,” Faiz memberanikan diri bicara.
“Lho, buat apa, apa uang saku Faiz kurang?” Tanya Bunda Faiz, sambil berdiri dan berjalan mendekat.
“Bukan Bun,cukup,” jawab Faiz sambil agak gugup menjawabnya. Sebab Bunda menatapnya serius.
“Lalu, untuk apa?” Ibu Faiz makin penasaran.
“Aku ingin membantu biaya teman. Ia tidak punya biaya, mau mundur tidak jadi ikut supercamp.”
“Ooo, begitu. Mau bantu teman,” Ibu Faiz mendekat, sambil mengusap kepala Faiz. “Memang berapa, butuh biayayanya?” tanyanya lagi.
“Dua Juta, Bunda,” jawab Faiz.
“Memang uangmu cukup di tabungan.”
“Insyallah cukup, Bunda?” jawab Faiz, menyakinkan Ibunya.
“Bunda kagum sama kamu, rela mengambil uang tabungan untuk membantu teman,” tutur Ibu Faiz, sambil memeluk anaknya.
Rupanya, Ibu Faiz merasa tersentuh dengan keinginan Faiz yang akan membantu temannya Furqon.
“Beruntung Bunda punya anak sepertimu nak,” tutur Ibunya sambil memeluk erat, terlihat matanya berkaca-kaca. Ibu Faiz tidak bisa menyembunyikan perasaannya.
“Bagaimana kalau Ibu saja yang membayar,” Ibu Faiz melanjutkan kata-katanya.
Faiz terkejut, seketika ia menatap Ibunya.
“Benarkah Bunda,”
“Iya,” Ibu Faiz meyakinkan.
“Terimakasih Bunda, Faiz memeluk Bundanya dengan erat.”
“Besok Bunda mau ketemu Pak Guru, Faiz nggak usah ngomong sama Furqon, kita kasih suprize,” tutur Ibu Faiz.
“Baik Bunda.” Perasaan riang dan bahagia, tidak bisa disimpan Faiz dihadapan Ibunya. Ia langsung membayangkan betapa senangnya sahabatnya bisa ikut Supercamp.

Baca Juga: Cara Menulis Cerita Pendek (Cerpen) Bagi Pemula

***
Waktu tinggal beberapa hari. Peserta terpilih Supercamp semakin giat berlatih. Pak Guru pagi-pagi sudah membariskan, untuk memberi sambutan dan memotivasi. Dalam sambutannya Pak Guru menyampaikan bahwa waktu keberangkatan kurang beberapa hari lagi. Semua harus ikut, termasuk yang kekurangan biaya, sudah dibantu donatur dari teman kalian sendiri, tapi Pak guru tidak menyebutkan namanya, karena itu amanah dari donatur.
Furqon begitu gembira, mendengar sambutan dari gurunya.
“Siapakah gerangan, yang baik hati membantu aku, sungguh mulia hatinya,” gumam Furqon dalam hati.
“Apakah Faiz.” Ia semakin penasaran, sebab teman yang paling peduli dan merasa keberatan jika Furqon tidak ikut adalah Faiz.  
Selesai sambutan, para peserta Supercamp latihan seperti biasa. PBB, Tali Temali, Sandi, Porse, Simaphore, harus mereka kuasai. Masing-masing peserta memperdalam materi yang menjadi tugasnya. Mereka ingin tampil maksimal.
“Jauh-jauh dari Lampung ke Jawa, jangan bikin malu,” pegitu pesan Pak Guru yang selalu diulang-ulang.
Saat istirah, Furqon memberanikan diri bertanya kepada Pak guru. Siapa yang telah berbaik hati membantuknya. Setelah Furqon mendesak, memohon kepada Pak Guru agar diberitahu yang membantunya, dengan terpaksa Pak Guru memberi tahu, bahwa dia adalah Faiz.
Sehari sebelumnya, Ibunya Faiz telah menemui Pak Guru, menyerahkan sejumlah uang. Uang itu diberikan sebagai bantuan agar Furqon dapat ikut Supercamp. Pak Guru menyambut gembira, sebab dalam waktu yang dekat tak mungkin mencari ganti. Apalagi kemampuan masing-masing anak sudah dibagi sesuai diskripsi lomba.
Mendengar ucapan Pak Guru, Furqon merasa terkejut. Pasalnya ia tak menyangka kalau temannya sendiri yang membantu. Akhirnya ia mencari Faiz. Matanya menyapu halaman, melihat keberadaan Faiz, tapi tak kelihatan.
“Mungkin Faiz ke Kantin,” Ucap Furqon dalam hati.
Terlihat Faiz sedang duduk sendiri di kantin. Furqon pun bergegas mendekat. Tiba-tiba ia dikejutkan Furqon. “Hai Faiz, kok sendirian,” ucapnya sambil menepuk pundaknya.
“Ah, kamu. Mengagetkan saja,” ucap Faiz, langung menggeser posisinya.
“Terimakasih ya, kamu memang sahabatku bak bintang di tengah malam. Hadir di saat butuh secerca cahaya. Membantu di saat aku sedang kesulitan,” ucapan Furqon terbata-bata, menahan rasa haru dan bahagia.
“Sama-sama, tak seberapa bantuan keluargaku, dibandingkan dengan besarnya persahabatan kita.” Faiz mendekat. Furqon memeluk sabahatnya dengan rasa haru.

Baca Juga: Tips Agar Cerpen Menarik Untuk Dibaca

Nah itulah contoh cerpen tentang sahabat sejati yang terbaik yang bisa kita jadikan salah satu cerita pendek menarik untuk dibaca.
Semoga banyaknya cerita cerita pendek tentang sahabat, juga memotivasi kita untuk membuat cerita pendek tentang sahabat yang lebih bagus dan lebih baik.
Sekian yang bisa saya ceritakan. Semoga bermanfaat. Terimakasih. Salam.

Biasakan Tulis Komentar Usai Membaca