Cerpen Tentang Kehidupan Manusia dan Alam


Menulisindonesia.com – Ini adalah contoh singkat cerpen tentang kehidupan manusia. Salah satunya interaksi antara manusia dan alam.
Sebuah cerita pendek yang ditulis dengan judul : Manusia? “Manusia”. Cerita pendek singkat tentang kehidupan manusia dengan alam yang ditulis oleh Yoga Pratama.
Yoga Pratama tak hanya menulis cerpen tentang kehidupan manusia saja. Beberapa karyanya juga telah dimuat di Lampung Post, dan beberapa pernah mengikuti perlombaan dan masuk 5 besar.
Yoga Pratama sebenarnya penulis indie asal Lampung, selain cerpen, ia menulis puisi dan novel. Bahkan ia beberapa kali mengadakan coaching menulis.
Dan kini ia fokus dalam menulis blog dan penerbitan serta kelas kelas menulisnya. Nah ini salah satu karya Yoga, contoh cerpen tentang kehidupan manusia yang berjudul Manusia? “Manusia”

Contoh Cerpen Tentang Kehidupan Manusia

Cerpen Tentang Kehidupan Manusia
Cerpen Tentang Kehidupan Manusia
“Kopi.. Kopi..”
Sudah ribuan liter kopi ia habiskan. Masuk kerongkongan mengalir terbuang percuma. Sementara serbuk hitam tersisa menjadi cerita dalam setiap tegukan. Tak ada yang berani menjamahnya hingga tuntas, kecuali si pelukis gila yang menggunakan sisa ampas kopi hitam ini dan menjadikannya guratan racun yang ada di dunia.
          Rumi si penikmat kopi dan pelukis yang masih diberi nyawa oleh Tuhannya. Hampir mati dalam bencana mematikan 2004 silam. Gempa bumi Samudra Hindia dengan guncangan berskala 9,1 – 9,3 skala kekuatan Moment dan IX (Violent) dalam skala intensitas Mercalli, tetanggal 26 Desember 2004, tepat di pukul 08:53 UTC.
          Sebuah gempa yang disusul pula dengan serangkaian tsunami dan gelombangnya yang mematikan di sepanjang pesisir daratan yang berbatasan dengan Samudra Hindia. 30 meter (100 ft) tepatnya.
Gelomang tsunami dan gempa yang tak tahu lagi berapa ratus ribu nyawa melayang dan hilang.
Ngeri sekali. Ingatan itu pun masih terbesit Rumi. Tak habis-habisnya kesaksian itu ia tuliskan di sebuah kanvas lukis yang sudah semakin kusam.
Ratusan orang datang ke rumahnya, menawar lukisannya hingga ratusan juta untuk dibeli. Tapi ia kekeh tak mau menjualnya.
Menurutnya, itulah bekal kematiannya. Sebuah saksi yang pernah ia gurat untuk keabadian. Kecup hitam ampas kopi yang menjadi isyarat ia pernah selamat dari maut.
*
Desember 2018
Joni datangi rumah Rumi di Aceh. Jauh-jauh dari Lampung ia membawa dua kilogram kopi matang yang sudah siap seduh. Ditambah gula, jika Rumi ingin pemanis.
          “Ini kopi dari Liwa. Robustanya Lampung. Bandingkan dengan kopi khas daerahmu sini. Bisa bersandinglah sesama kopi Sumatera,” canda Joni saat bertemu Rumi di depan pintu tanpa basa basi.
          “Orang gila, ya tetap gila. Jauh-jauh dari Lampung ke Aceh, cuma mau mengawinkan kopi, ha.. ha.. ha,” kelakar Rumi. Joni pun menyaut.
          “Hey Jon, datang lagi kau rupanya kemari. Ada apa?” Tanya Rumi yang seketika menghentikan kelakarnya yang serak itu.
          “Aku rindu.. ha.. ha,” jawab Joni seenaknya.
          “Tengil juga masian kau, ha.. ha,” Rumi kembali berkelakar.

Baca Juga: Cara Mengirim Cerpen ke Media Cetak

Joni sama seperti Rumi. Di Aceh saat tsunami besar menerjang keduanya selamat. Tuhan masih memberikan kesempatan pada keduanya untuk hidup. Itulah yang sampai saat ini ia syukuri.
Kedatangannya Joni ke Aceh pun bukan tanpa maksud. Tak sekedar mengantarkan 2 kilogram kopi ke kediaman Rumi.
Melainkan misi hati dan rohani. Menjiwai kematian yang hampir memungutnya. Tapi dikembalikan lagi ke bumi.
Keduanya sempat tergulung hebat. Bahkan terendam air yang sudah membumbung tinggi. Lukisannya entah kemana, ia juga sudah tak pikirkan.
Itulah mukjizat hidup, kata keduanya. Belum waktunya mati, Tuhan mengembalikan keduanya dari gulungan ombak, melalui pertolongan kotak box yang entah dari mana datang didekatnya.
          “Tempat ini seperti mundur 150 km dari bibir pantai. Kau takut kematian itu datang lagi apa Rumi,” tanya Joni, sembari menengok jendela, menghadap ke hamparan luas halaman rumah Rumi.
          “Ha ha.. Kematian itu tak perlu ditakuti. Tapi seperti prajurit TNI yang menerima mandat dari atasannya. Dalam kondisi apapun siap,” tegas Rumi menjawab sembari menyiapkan secangkir kopi untuk Joni.
*

Baca Juga: Cerpen Singkat Tentang Persahabatan Sejati

Seketika telepon Joni berdering. Kopi yang dibuat Rumi baru saja selesai diaduk. Dan baru serah terima antara Rumi dan Joni.
Joni meletakkan kopi itu di sebuah meja kecil yang penuh dengan tumpahan cat warna. Ia memilih untuk mengangkat teleponnya.
Ia lihat. Ternyata sang adik. Ia mengangkat telepon itu. Suara yang terdengar begitu gaduh. Seketika Joni menjadi panik.
Sang adik berteriak teriak. Bahwa tsunami melanda kampung, dan kini mereka tengah berlari mengungsi. Sementara, sebagian keluarganya tidak tahu di mana letak posisinya.
Betapa histerisnya Joni. Dulu 2004 ia juga merasakan bagaiman tsunami besar melanda Aceh, hampir membuat mati dirinya dan Rumi.
Sementara ribuan nyawa lain sudah tergeletak dan menghilang tanpa ada lagi kabar. Kini kampung halamanya yang digulung ombak besar maha dahsyat itu.
Entah apa yang harus ia ucapkan. Rasa syukurkah atau menangis meraung-raung. Sebab, kini Tuhan kembali menyelamatkan nyawanya.
Seketika telepon sang adik Joni itu mati. Joni panik berlipat-lipat. Ia bingung harus apa. Ia bicara dengan Rumi. Apa yang telah adiknya sampaikan. Rumi terkejut, dan langsung tenangkan Joni.
Baru saja sampai. Baru saja mau duduk dan menikmati kopi seduhan Rumi. Ia pikir harus segera kembali ke Lampung.
Dalam keadaan seperti ini, ia sangat tahu, betapa ributnya kondisi alam dan masyarakatnya. Manusia, manusia seperti kembali diuji, dan diingatkan kematian oleh Tuhannya.

Baca Juga: Contoh Cerpen Terbaik, Singkat dan Menarik 2019

Ia mantap putuskan segera kembali ke Lampung. Rumi, seketika berseloroh. “Aku ikut,” kata Rumi.
“Tunggu, aku siap-siap,” Rumi masuk ke kamarnya.
Di dalam kamar itupun ia menghubungi seorang kolektor lukisan. Seorang yang kaya raya. Sempat menawar ratusan juta lukisannya.
Tak lama orang yang ia telepon itu datang ke rumahnya, dengan membawa setumpuk uang.
“Jangan uang cash. Kirim saja ke ATM. Saya mau langsung ke Lampung, kembali bersaksi akan ngerinya tsunami,” kata Rumi kepada si kolektor.
“Untuk apa uang-uang itu?” kata sang kolektor.
“Kemanusiaan itu mahal. Terimakasih mau membeli lukisan ini,” Rumi menjawab dengan diksi yang harus dicerna dengan baik.
Tapi sang kolektor paham. Bahkan, ia tawarkan pesawatnya untuk membawanya, serta lukisan-lukisan Rumi. Katanya, siapa tahu berguna saat berada di Lampung.
          “Cukup. Kau beli saja ini lukisan semuanya. Kirim ke ATM, dan akan kusumbangkan semuanya untuk mereka yang tertimpa bencana. Karena aku paham, betapa dahsyatnya musibah ini. Bahkan usai kejadian, kelaparan melanda, kondisi wilayah porak-poranda, ekonomi wilayah juga belingsatan,” ujarnya.
          “Aku miskin. Tapi jangan biarkan saudara kita mati dengan bencana dan kemiskinan. Jika aku manusia, inilah ujianku sebagai manusia,” Rumi dan Joni pun pergi. Begitu sang kolektor.
Joni dan Rumi menuju Lampung, menyaksikan sebuah kejadian, lagi dan lagi, memori yang pernah mereka alami 2004 lalu. Bahkan hampir merenggut nyawanya.

Baca Juga: Contoh Cerpen Stop Bullying di Sekolah

Itulah cerpen tentang kehidupan manusia yang bisa kita nikmati, bagaimana? Masih ada banyak cerpen menarik lainnya dan cerpen cerpen pilihan terbaik di 2019.
Salah satunya yang kita sama sama baca kali ini, yakni cerpen tentang kehidupan manusia.
Semoga cerpen ini dapat menghibur kita, dapat menikmati setiap bahan bacaanya. Terimakasih. Salam.

Biasakan Tulis Komentar Usai Membaca