Cerpen Persahabatan di Pesantren: Asaku, Asamu, Karena-Nya

cerpen persahabatan di pesantren
Cerpen Persahabatan di Pesantren
Menulisindonesia.com – Cerpen Pesahabatan di Pesantren ini berjudul Asaku, Asamu, Karena-Nya. Cerpen ini ditulis oleh Najla Maharani. Seorang pelajar di Lampung.
Cerpen pesahabatan di Pesantren yang ia tulis ini merupakan contoh cerpen santri singkat yang mengisahkan persahabatan seorang remaja putri pesantren.
Inilah salah satu karya cerpen Islami tentang persahabatan yang menarik untuk kita nikmati dan sungguh menginspirasi.

Contoh Kumpulan Cerpen Persahabatan di Pesantren

Sore hari, dipenghujung senja. Aku mulai menikmati sebagian waktu baik dari-Nya. Terasa sangat tentram, damai, kala mata memandang penuh ke arah si jingga yang mulai menampilkan cahaya malu kemerah-merahan. Sehingga, membuat candu si pemandangnya.
Masih teringat. Dulu? Saat pertama kali impian itu terwujud. Dengan bangga, kami sampaikan pada tempat ini. Ya, di sini, semua menjadi saksi atas seluruh perjuangan serta kerja keras yang dibangun bersama sama dalam iringan langkah ketaatan yang berujung pada perjumpaan jannahNya. Saling mendukung, saling menggenggam, saling bergandengan, dan saling berkomitmen untuk cita dan asa.
***
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik baik perhiasan adalah wanita sholehah.” (H.R. Muslim)
Namaku Haurah Al-Maqsurah. Bidadari yang terjaga. Arti yang diberikan Ummi saat aku mulai mengenal dunia.
Aku sangat menyukai pelangi. Ia indah, seperti halnya muslimah. Karena, hijabnya memberikan warna yang berkilau di setiap mutiara yang ada di deretan perhiasan yang mahal harganya, terjaga, dan penuh kemewahan tersendiri bagi pemiliknya. Mungkin, itu salah satu alasan ummi memberikan nama itu padaku, ia berharap anaknya kelak akan seperti mutiara yang terjaga.  Sehingga, bidadaripun iri denganku.

Baca Juga: Cerpen Tentang Sahabat Sejati dan Terbaik di Sekolah

***
Kepada seluruh santriwati pondok pesantren Ar-Rasyid. Harap berkumpul di aula utama, suara toa Ustad Satrio mengagetkan beberapa santri.  Seolah bertanya ‘ada apa gerangan?’
Aku? Jangan tanya sedang apa. Masih dengan buku yang tergeletak sembarangan setelah mengikuti pelajaran prakarya ustadzah Venny. Dan sama kagetnya seperti mereka yang mengkhawatirkan pengumuman tadi.
Kenapa masih melamun?” Hafsah mengagetkan lamunanku yang melayang entah kemana.
Hanya sedang khawatir. Tidak biasanya ustad memanggil kita seperti ini, apalagi masih dalam  berlangsungnya pelajaran,jelasku cemas.
Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Lagian kitakan belum ke sana. Lebih baik kita ikuti saja dulu pengumuman tadi dan dengarkan penjelasan ustadz,”  Hafsah menenangkan, layaknya seorang ibu yang sedang menasehati anaknya yang sedang merengek minta dibelikan sesuatu.
Dia sahabatku, Hafsah Azzahra. Seorang yang sangat dewasa dan berkepribadian tenang, lembut, dan ramah. Gadis manis yang berdarah minang ini, sangat menyukai lollipop. Baginya, lollipop adalah moodbooster terbesarnya. Tak heran jika ia sedang merengut, makanan itu yang menjadi salah satu bahan sogokan kami agar ia kembali ceria.
Kami berdua berjalan bersama menuju aula yang diumumkan tadi sambil membawa perasaan cemas serta khawatir.  Terlihat beberapa santriwati yang sedang terburu buru berhamburan memenuhi lapangan sekolah dengan langkah yang tergesa.
“Hafsah.. Haura!” Sebuah teriakkan cempreng yang tak asing lagi di telinga kami berdua. Ternyata benar. Dia sahabat kami juga Humairah Annisa, si cempreng cerewet yang sangat supel, pintar, dan ceria. Seolah-olah dalam hidupnya hanya ada senyuman, senyuman, dan senyuman. Dan tidak terlihat ada tempat, buat masalah masalah yang tersirat diwajahnya. Kami pun berjalan bersama, bagaikan barisan semut yang memberi salam kepada temannya setiap kali bertemu.

Baca Juga: Cerita Singkat Tentang Keluarga, Duka Mengawali Suka

***
Malam yang hening. Semilir angin yang juga ikut serta dalam menghantarkan ketenangan. Seharusnya begitu tentram dan damai.  Tapi tidak denganku. Aku sepulang halaqoh quran, kembali membereskan dan merapihkan barang barang yang berserakan di atas ranjang. Pikiranku, tidak berkutik dengan apa yang disampaikan ustad tadi siang. Ya.. pengumuman yang sangat sangat tidak menyenangkan dan mengecewakan para pendengarnya. Bagaimana tidak?  Aku dibuat tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi.
Sekolahku, tempat biasa aku menimba ilmu, tempat para pemimpin dunia kelak dilahirkan, sekarang tak lagi beroperasi atau biasa disebut kehabisan murid. Mendengarnya kami sangat pilu, dan ada duka yang harus kami tutupi bersama sama. Tinggal hitungan bulan lagi kami akan dipulangkan kerumah masing masinng. Tepatnya setelah angkatan kami diluluskan.
Kadang aku masih memutar kenangan itu dalam pikiranku. Masih jelas teringat, saat pertama kalinya dengan bangga kami mengenakan seragam putih biru itu dengan muka yang terlihat sangat polos.
Mengenali lingkungan sekolah, teman teman, serta para ustad-ustadzah. Mengikuti kegiatan sekolah dan asrama. Makan bersama, pergi bersama, tidur bersama, bahkan tak heran mengantri pun bersama sama. Apakah  semua itu hanya akan berujung perpisahan?
Haura? Kok kamu belum tidur? Ini sudah larut malam, nanti kamu kesiangan bangun tahajjud.” Ustadzah Shanty mengingatkan dibalik pintu kamar.
Aku pun merebahkan tubuhku di kasur yang mungkin tak seempuk kasur di rumah. Berharap akan terbangun dari mimpi yang buruk ini, dan esok akan kembali seperti biasanya seolah-olah tidak terjadi apa apa. Tapi, itu hanyalah harapan yang tidak bisa terwujud kecuali keajaiban yang akan menolongnya.

Baca : Puisi Tentang Rindu Yang Romantis dan Buat Baper

***
Allahummarr hamnaa bil quraan…..
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”  Salam penutup yang disampaikan ustadzah Aisyah untuk mengakhiri kegiatan rutin pagi, halaqoh quran.
Pagi yang tak begitu ceria. Terlihat ada wajah wajah yang mengisyaratkan kesedihan yang mendalam. Termasuk juga dengan kami bertiga. Entah bagaimana jadinya jika perpisahan itu benar benar terjadi pada kami, setelah sekian banyak goresan tinta yang sudah tertulis di lembar lembar kenangan.
Haurah, Humairah, Hafsah, kalian bertiga dipanggil ke ruangan Ustadz Fatih," panggil Kak Rani setengah berteriak.
Kami bertiga refleks saling berpandangan. Seakan akan pikiran yang ada di kepala kami sama dan bisa ditebak, ‘kenapa?’
Heh! Innalillahi! Malah begong nih pada! Buruan sana ke ruang ustadz sudah ditungguin dari tadi,” ujar Kak Rani memburu.
Segera kami melangkahkan kaki ke ruangan yang hampir tak pernah kami kunjungi. Karena ruangan itu hanya untuk santri santri yang sedang melanggar aturan saja. Wajar, sebab kami termasuk santri yang masih menaati aturan di sini.
Bismillahirrahmanirrahim….
“Assalamualaikum,pintu ruangan terbuka. Terlihat beberapa pajangan piala berjejer di lemari, membentuk formasi yang rapi nan elok dipandang. Kami bertiga dibuat kagum. Kami terus memandangi ruangan yang sangat asing itu. Seketika pandangan kami kembali terfokus ke beberapa orang yang sedang duduk saling berhadapan. Di sana ada kepala sekolah, kepala asrama, guru tahfidz dan satu lagi.. Tunggu? Itu kan Abinya Hafsah, kenapa ia ada di sini? Setauku abinya tidak pernah datang kemari. Kecuali ada hal hal yang sangat penting saja, sebab kampung Hafsah di Padang, dan lumayan jauh juga jika harus menempuh perjalanan ke pulau Jawa.

Baca Juga: Puisi Tentang Perasaan Yang Terpendam Terbaik

Hafsah sedari tadi kuperhatikan ada raut tidak tenang yang tersirat diwajahnya melihat abinya ada di sana. Aku yang menyadarinya menggenggam tangangannya dengan erat seolah memberinya keyakinan ‘tidak apa-apa’
Ya Rabb semoga tidak terjadi apa apa. Gumamku dalam hati.
Kalian bertiga cepat kemari, ada yang mau ustadz sampaikan,ucap Ustadz Fatih sembari mendongakkan kepalanya memberi isyarat agar segera duduk di tempat yang telah disediakan.
Tak menunggu lama, kami bertiga serentak menganggukkan kepala dan segera menempatkan tiga kursi yang sudah tersedia dihadapan kami.
“Baiklah, pertama-tama ustadz meminta maaf kepada kalian bertiga karena sudah mengganggu sebagian waktu istirahat kalian. Selanjutnya, saya serahkan kembali kepada Ustadz Fatih yang akan menjelaskan mengapa kalian bertiga dipanggil kemari,ujar Ustadz Habib membuka pembicaraan.
“Anak anakku yang sholehah, terimakasih atas kesempatannya memenuhi pangilan ustadz untuk datang kemari, ustadz hanya ingin memberitahu bahwa di samping ustadz sekarang ada Pak Azry yang mungkin kalian mengenalnya sebagai abinya Hafsah. Ustadz di sini sengaja mengundang Bapak Azry datang kemari sebagai perwakilan para orangtua kalian mengenai masalah ini, jelas Ustadz Fatih sembari memberi jeda pada penjelasannya.
“Perlu kalian ketahui bahwa sekolah kita sudah tidak beroperasi lagi. Jadi, untuk mempertahankan siswi-siswi yang ada di sini, terutama kalian bertiga adalah siswi yang termasuk kategori berprestasi. Jadi, sudah bapak sepakatkan kalian akan bapak kirim ke berbagai sekolah di Indonesia yang masih di bawah naungan yayasan yang sama dengan sekolah kita sekarang. Tetapi, penempatan kalian bertiga berada di wilayah yang tidak sama. Yaitu, Haurah saya tempatkan di ujung Indonesia Aceh untuk memperdalam ilmu agama serta hafalan quran, kemudian Hafsah, tempatnya di pulau komodo NTT karena saya dengar kamu ingin sekali bersekolah di sana. Dan yang terakhir adalah Humairah, ditempatkan di Pulau Dewata Bali,” jelas Ustadz Fatih panjang lebar.

Baca Juga: Contoh Cerpen Pengalaman Pribadi Liburan

***
Aku berjalan menyusuri lorong yang sangat aku kenali. Melihat kelas demi kelas seolah sedang membayangkan betapa rindunya aku nanti pada tempat ini. Terasa mata ini mulai memanas mengingat semua kenangan itu, dan benar satu butir cairan bening berhasil meluncur setelah tak kuasa ditahan. Kulanjutkan beberapa langkah ke arah yang berbeda. Dan ya, aku menemukan tempat yang sangat aku rindukan saat ini. Halaman atas sekolah, pihak sekolah sengaja memberikan halaman yang luas di lantai dua. Dari sana, kita dihadapkan beberapa hamparan pemandangan bukit serta hutan yang masih asri.
Tak heran jika beberapa santri di sini menjadikan tempat ini sebagai tempat favorit mereka untuk menjernihkan pikiran ketika sedang ada masalah atau sedang merasa pusing karena banyak mengerjakan tugas tugas sekolah dan asrama yang menumpuk.
***
Aku berada di ruang tunggu yang lumayan agak ramai dan penuh. Terlihat beberapa orang sedang sibuk memeriksa sebuah kertas bertuliskan pukul berapa mereka akan lepas landas, sembari mendorong koper yang beraneka warna dan ukuran. Aku kembali teringat sesuatu yang sejak tadi memintaku untuk membukanya. Kertas yang sudah lama kusimpan. Terlihat lusuh, menandakan ia sudah lama menunggu untuk menjawab waktu tentang pemiliknya.
Kepada; sahabatku yang aku cintai karna Allah. Hafsah Azzahra, dan Humairah Annisa.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Kepada langkah langkah pilu, langkah langkah bahagia, bahkan langkah langkah yang menyakitkan. Terimakasih sudah mengenalkan kebersamaan. Terimakasih untuk segala uluran tangan yang sudah membantu dalam menghadapi kenyataan. Selalu ingat, kita pernah bersama. Kita pernah merangkai rantai rantai emas itu bersama pula. Dan akan mencapai ujung yang membahagiakan. Tariklah aku jika kalian tidak melihatku sedang tak ada di syurgaNya. Dan jangan dorong aku, atas segala fitnah fitnah kalian yang menjatuhkanku ditempat yang sehina hinanya. Serta temui aku jika hafalan kalian sudah genap 30 juzJ
Tetaplah menjadi yang terhebat mengalahkan yang hebat. Dan tetaplah menjadi mutiara yang kilaunya melebihi perhiasan dunia dan isinya, sehingga bidadari syurga pun selalu iri pada kalian. Ingat, jarak tak menjadi halangan untuk kita menggenggam kenangan akan persahabatan. Semoga allah masih mengizinkan kita untuk berjumpa kembali. Sahabatku, aku selalu merindukan kalian karnya Nya.
Masjid Raya Baitussalam, Aceh.
Haurah Al-Maqsurah
Ya, sekarang aku sedang menunggu untuk penerbangan yang akan membawaku kembali ke tempat yang menyimpan banyak kisah. Aku sudah menyandang gelar mulia itu, dan telah menyelesaikan S2-ku di Universitas Al-Azhar Kairo.
Kini aku ingin bertemu mereka. Sahabat lamaku. Yang selama ini menjadi tolak ukur dalam meraih kesuksesan.

Baca : Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Cerpen (Cerita Pendek)

***
Kicau burung, sayup sayup terdengar di telinga. Seolah sedang mengajakku berbicara. Masih sama. Hanya saja sedikit perubahan pada bangunannya. Di sini, sembari menikmati sang mentari turun dari singgasananya, aku kian menanti, dan masih menunggu. ‘masih ingatkah mereka padaku?’
Halaman atas sekolahku dulu, sekarang sudah diganti dengan bangunan yang sedikit mewah, dan sedikit ada perubahan nama pada tempat ini. Villa Ar-rasyid. Tempat yang dikhususkan untuk para penghafal Quran dalam menyelesaikan target hafalan.
Pemandangannya tidak berubah sedikitpun. Apalagi kenangan yang ada di sini, masih melekat diingatanku. Samar-samar aku tersenyum simpul melihat ada pohon yang bertuliskan ‘lelah kami semoga menjadi lillah dihadapanMu.’ Itu adalah tulisan Humairah saat kami sedang dilanda banyak masalah. Riangnya gadis itu ketika menuliskannya.
“Ekhem.. ekhem,” terdengar dehaman suara yang memecahkan lamunanku. Seketika aku menoleh ke arah sumber suara.
“Haurah.. Hafsah! Apa kabar kalian.. aku rinduuu..” Usai beteriak berlari dan memeluk, dalam batin, terimkasih allah, kau masih mempertemukanku dengan mereka.

Baca: Tips Agar Cerpen Menarik Untuk Dibaca

Nah itulah cerpen persahabatan di Pesantren yang bisa kita ketahui. Semoga cerpen yang mengisahkan persahabatan santriwati di Pesantren ini dapat menghibur dan menikmati.

Sekian contoh cerpen yang bisa kami poskan. Semoga bermanfaat. Terimakasih. Salam.

Biasakan Tulis Komentar Usai Membaca