Cerpen Tentang Keterbatasan Fisik Yang Sukses


Menulisindonesia.comBerikut ini adalah contoh cerpen tentang keterbatasan fisik, namun sukses membuktikan bahwa ia bisa berkarya.
Cerita pendek yang menarik karya Nihal Rahma Salsabila. Judul cerpennya Bintang yang Kuraih.
Berikut cerpen tentang keterbatasan fisik yang bisa kita nikmati karyanya dan kita pelajari untuk menjadi contoh di setiap kepenulisan cerita pendek:

Bintang yang Kuraih Oleh: Nihal Rahma Salsabila

cerpen tentang keterbatasan fisik
Cerpen Tentang Keterbatasan Fisik
Rara, gadis kecil berbola mata hitam, kulit sawo matang, berperawakan agak tinggi. Ia mengalami patah tulang dibagian lengan kanan dan kiri, karena kecelakaan 3 tahun silam. Dokter memvonis ia cacat seumur hidup.
Dia terlahir dari keluarga yang kurang mampu. Rumah gubuk yang berada tepat di dekat TPU (Tempat Pembuangan Umum) merupakan salah satu harapan untuk berteduh, dan menjadi tempat tinggal, bersama emak dan abah. Kesehariannya terkadang, memulung sampah bersama abah. Dengan keterbatasan ekonomi dan fisik, membuat Rara selalu dibully oleh teman-temannya. Di sekolah maupun di lingkungan sekitar.
”Ih, udah cacat, miskin lagi.” Kalimat itulah yang selalu terlontarkan, menohok hati Rara. Namun, kesabaran dihati Rara sangat besar, iapun tak hiraukan. Gadis kecil ini juga memiliki impian yang selama ini di dambakan. Meraih bintang. Bintang yang bisa membanggakan emak dan abah.
Matahari menampakkan dirinya dengan cahaya yang terpancar dari arah jendela. Terlihat abah yang sedang mempersiapkan karung,untuk memulung sampah. Sementara Rara sedang mempersiapkan lukisannya. Dan beriap-siap untuk berangkat ke sekolah.
“Bah, Rara berangkat ke sekolah ya,” pamit Rara seraya memeluk lukisannya.
“Iya ra, hati-hati dijalan setelah pulang sekolah segera pulang ke rumah, jangan terlalu sore,” pesan abah.
“Iya bah,” jawab Rara, mencium tangan abah.

Baca Juga: Contoh Cerpen Terbaik, Singkat dan Menarik 2019

***
Sekolah Dasar Permata
Koridor kelas masih sepi, terlihat sosok perempuan  sedang duduk santai di kelas. Iya, itu Risya. Seorang anak yang terlahir dari keluarga berkecukupan, kaya. Dengan seperti itu, Risya sombong dan merasadirinya berkuasa.Ia sering membuly Rara.
“Ih Rara, kamu ngapain sekolah sih, gak pantes tau. Kamukan cacat!” Serang Risya, saat Rara masuk kelas. Hati terasa tersayat pisau.
Namun, senyum balasan yang indah terpancar dari wajah Rara. Iya. Rara terkenal dengan baik hatidan keramahannya. “Halah, dasar pencitraan doang!” Cecar Risya lagi.
Kring kring. Pelajaran dimulai
15.00. Pelajaran sudah selesai. Sore ini, Risya akan les melukis. Risya adalah murid berprestasi, bakatnya berada di bidang melukis, sama seperti Rara. Orangtua Risya mempunyai segala fasilitas untuk Risya.
Berbeda dengan Rara, fasilitas tidak memadai, dia hanya latihan otodidak. Dan kadang juga ia ikut eksul dengan biaya yang ia tanggung sendiri. Tapi, Rara tidak akan patah semangat. Berusaha semaksimal mungkin. Itulah prinsip Rara.
Lukisan Rara dan Risya lumayan berbeda, karena Rara yang otodidak menghasilkan karya yang luar biasa dibandingkan dengan Risya yang selalu ikut les. Itulah sebabnya Risya iri dengan keberhasilan Rara dalam melukis.
“Ra, kamu ikut ibu ekskul ya.” Ucap Bu Rini, guru melukis.
“Ha? Bolehkah bu, Rara mau,” jawab Rara harap.
Risya yang mendengar percakapan tersebut sinis dan langsung masuk ke ruangan melukis dengan gaya tidak suka dengan Rara.
“Jadi, hari ini kita akan latihan untuk perlombaan melukis se-provinsi. Tema yang akan dilombakan tentang alam,” intruksi Bu Rini.
“Kita akan lomba bu?” Tanya Risya.
“Iya Risya, tapi minggu depan baru akan di seleksi,” jawab Bu Rini.
Risya pun hanya ber-oh ria dan melanjutkan lukisannya. Rara yang masih bingung dengan semua ini, bertanya. “Bu, berapa perwakilan sekolah yang akan diutus?” Tanya Rara.
“2 orang siswa.”
Setelah setengah jam latihan, akhirnya selesai. Rara segera pulang ke rumah, membawa berita yang sangat membanggakan. Sesampai dirumah.
“Assalamualaikum, bah mak.. Rara pulang.” Rara, membuka pintu.
“Waalaikumsalam Rara, dari mana aja?” Tanya abah.
“Rara abis latihan melukis bah, minggu depan mau seleksi untuk perlombaan melukis.” Rara meyampaikan berita tersebut.

Baca Juga: Cerpen Dongeng : Gajah dan Semut

“Bolehkan bah?”
Abah dan emak pun saling tatap-tatapan. “Oh.. yasudah, abah setuju sama kamu.” Ucap abah.
“Emak juga setuju kok.” Ucap emak sedari tadi.
 Seleksi selesai diadakan. Rara dan Risya. Yaps! Mereka berdua masuk. Berarti mereka akan bersaing dengan berat.
Rara setiap hari berlatih otodidak, Risya berlatih di tempat lesnya. Berlatih dengan fasilitas yang memadai, jauh berbeda dengan Rara yang hanya memiliki fasilitas seadanya.
Latihan hari ke-5. “Ra, kamu anak miskin, harusnya ga pantas ikut perlombaan,” hardik Risya menyombongkan dirinya.
“Kamu ga bisa melukis, tangan kamukan patah, pasti lukisan kamu jelek, dan gak akan menang.” Risya tetap mencemooh dengan sombongnya.
“Fisik bukan penghalang kita untuk jadi hebat Risya.” Ucap Rara.
Risya berekspresi bodo amat dan melanjutkan lukisannya. Akhirnya Bu Rini mengecek satu persatu lukisan mereka.
“Wah, lukisannya udah pada bagus semua..” Bu Rini sambil mengacungkan jempol.
 “Ibu yakin kalian pasti bisa. Hal terpenting jangan pernah sombong,” pesan Bu Rini yang secara halus menyindir Risya.
Latihan terakhir, lancar. Mulai minggu depan Rara dan Risya akan melaksanakan perlombaaan melukis. Segala persiapan sudah matang, tinggal mental yang harus disiapkan Rara dan Risya, karena perlombaan ini tingkat provinsi.
Hari-H. Rara dan Risya sudah siap. Bertarung, menentukan siapakah pelukis terbaik dari perwakilan setiap provinsi. Provinsi yang diwakili, Lampung. Mereka berdua segera memasuki ruangan perlombaan, di sana sudah siapkan papan khusus untuk melukis.
Rara dan Risya mendapat tempat bersebelahan, dan lomba ini akan dimulai.2 jam waktu yang diberikan.
2jam. Perlombaan berakhir. Pengumuman akan diadakan hari itu juga. Dan ini sangat membuat hati deg-degan,siapakah pemenangnya. Rara, dengan lukisan pemandangan alam, pegunugan, desa. Risya, dengan lukisan bunga mataharinya. Siapakah yang menang? Atau peserta dari provinsi lain?
“Berdoa saja,” pinta Bu Rini pada kami.
 “Iya bu, semoga sekolah kita yang menang,” balas Rara.
Rara, merupakan peserta cacat sendiri yang mengikuti perlombaan ini, betapa hebatnya Rara. Dan, karena kemauan dia yang sangat tinggi untuk menjadi pelukis handal. Dia terus berusaha.

Baca Juga: Contoh Cerpen Anak Sekolah - Rindu Ibu

***
Pengumuman.
“Oke.. sekarang adek-adek jangan tegang dulu ya.” MC segera menyampaikan pengumumannya.
“Sekarang, kita akan umumin siapa pemenangnya, adek-adek mana semangatnya,” tambah MC tersebut.
Para peserta terdiri dari macam-macam provinsi, dari seluruh pulau di Indonesia. Saingan sangat berat. Semua butuh tekad kuat dan usaha yang tinggi agar menjadi sang juara.
Setelah itu. “Juara 3 diraih Anisa Jannah, dari Bandung,” ucap mc diiringi tepukan gemuruh para peserta.
Setelah itu, pemenang kedua akan diumumkan. Hati Rara semakin menggebu-gebu. Sedangkan Risya tetap dengan kesombongnnya. Ia percaya bahwa dirinya akan menjadi sang juara.
“Juara ke-2diraih oleh. Tyas Puti dari Palembang.” Tepukan gemuruh menggema. Selanjutnya akan dibacakan sang juara 1.
Rara, Bu Rini, dan Risya sangat tegang. Dan mc pun membacakan. “Juara 1 diraih oleh...”
Deg deg. “Zafira saputri.” MC lantang mengumumkan dengan tepukan yang gemuruh.
Rara! Rara memenangkan lomba. Dan ia mendapatkan uang sebesar Rp3 juta. Bahagia, haru, sekaligus bangga ia rasakan. “Alhamdulillah,” ucap Rara, dan ia dipeluk selamat oleh Bu Rini.
Sementara Risya, sadar bahwa Rara bisa memenangkan perlombaan ini walaupun ia cacat. Dan Risya meminta maaf kepada Rara, karena selama ini telah mengejek Rara. Abah dan emak sangat bangga mendengar kabar gembira ini. Rara akhirnya bisa meraih bintang, yang selama ini didambakannya.
“Emak sama abah bangga ra, kamu bisa buktiin bahwa, miskin apa kaya. Tidak menghalangi untuk berkarya.” Ungkapan emak kepada Rara.
“Iya mak, Rara akhirnya bisa buktiin itu,” ucap Rara bangga.
Dan hasil dari  perlombaan tersebut. Membuktikan perjuangan seorang gadis kecil, dengan segala ujian hidupnya. Keterbatasan fisik, dan ekonomi bisa menjadi sang juara. Kemauan dan tekad yang tinggi, usaha yang sangat besar menjadikannya berhasil mewujudkan cita-cita yang notabene mustahil untuk seorang cacat.

Baca Juga: Cerpen Singkat Tentang Orang Tua Sibuk Bekerja

Itulah cerpen singkat tentang keterbatasan fisik yang akhirnya sukses menunjukan bahwa dirinya memiliki kemampuan dalam berkarya.
Semoga cerita pendek ini bermanfaat. Terimakasih, salam.

Biasakan Tulis Komentar Usai Membaca