Kebutuhan Daging Sapi di Lampung, Teratasi Dengan Adanya RPH
Permintaan atau
kebutuhan masyarakat terhadap daging sapi di Indonesia meningkat. Peningkatan
ini terjadi karena adanya kemajuan cara pandang masyarakat Indonesia tentang
pemenuhan kebutuhan gizi (Muktiani, 2011). Maka dari itu, usaha penggemukan
sapi potong memiliki prospek yang baik di masyarakat.
Untuk menggapai prospek
yang baik di masyakat tersebut, tumbuh pesatnya peternakan sapi potong harus
diimbangi dengan berdirinya rumah potong hewan (RPH). Pasalnya, RPH juga dapat
berperan menjadi salah satu sistem distribusi dan pemasaran daging sapi di pasaran.
RPH juga bisa mengambil peran untuk mengambil jalur perantara atau berhubungan
langsung dengan konsumen.
Menurut Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 2 tahun 2006, RPH adalah suatu bangunan atau kompleks
bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis
dan higienis tertentu, serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan, usaha
dan kegiatan di RPH meliputi: pemotongan, pembersihan lantai tempat pemotongan,
pembersihan kandang penampung, pembersihan kandang isolasi, dan/atau
pembersihan isi perut dan air sisa perendaman.
Pada umumnya distribusi daging sapi
melewati beberapa tahapan, yakni mulai dari peternak, feedloter, RPH, pedagang
besar, hingga ke pedagang di pasar. Berkaitan dengan hal tersebut Penulis
tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang sistem distribusi dan pemasaran daging sapi
di RPH Zbeef Kelurahan Susunan Baru, Kecamatan Tanjungkarang Barat, Bandar
Lampung.
Biasakan Tulis Komentar Usai Membaca