Dari Sebuah Saran, Apakah Ini Hari Terakhir?

Literasi Kehidupan
Literasi Kehidupan

Menulisindonesia.com - “Siapa yang tak kenal dengan Yoga Pratama? Salah satu pegiat literasi terkenal di Provinsi Lampung,” kata seorang kawan di Lampung Timur.
Saya selami kata-kata itu hingga hari ini, yang saya pikir-pikir ini adalah sandangan yang tak pantas hadir, “untuk saya tepatnya”.
Namun bisa jadi kata-kata yang terucap itu adalah sindiran, karena saya sempat ceritakan ada niatan untuk mengurangi waktu untuk aktif dibidang sosial, khususnya literasi.
“Hidup kadang begitu, saya tak bisa menerka apa yang harus saya lakukan.”
Beberapa hari yang lalu, saya pun kembali mengajak anak dan istri untuk keluar rumah, menikmati beberapa tempat yang menurut saya adalah rekreasi gratis yang Allah ciptakan dengan sangat indah.
Saya dan istri ingin mengenalkan literasi kehidupan kepada anak saya yang usianya baru menginjak 11 bulan jalan 1 tahun tepat di 28 Juli 2020 ini.
Literasi bukanlah istilah yang baru dalam kehidupan ini. Keseharian kita berkaitan dengan erat literasi. Hanya dari kita tak menyadari hal itu. Sebab literasi umumnya dikaitkan pada bidang pendidikan, spesifiknya adalah bidang baca dan tulis.
Jika diharuskan menjelaskan tentang dasar-dasar literasi tentu ini sangat panjang, namun untuk kita bisa sama-sama saling pahami, berikut saya coba sedikit jelaskan.
Menurut saya, dari berbagai sumber yang didapatkan dan dari berbagai sudut pandang tentang penjelasan literasi, literasi ini adalah tentang kemampuan dan keterampilan individu.
Kemampuan dan keterampilan dalam hal membaca, menulis, berbicara, menghitung, bahkan sampai pada memecahkan masalah dalam tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan.
Jadi literasi tak sekedar buku dalam bentuk fisik. Tak sekedar bagaimana buku bisa hadir di tengah-tengah masyarakat. Namun memiliki makna yang aktivitasnya sangat luas.
Kalau kita mencari informasi literasi dasar itu ada 6 jenis literasi dasar yang harus dikuasai oleh kita, seperti literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Tentu saya tak jelaskan lagi secara rinci, bisa dipelajari lebih lanjut, karena konteks yang akan saya tulis bukan hal yang dasar, tetapi tentang sebuah proses dan apakah harus akhiri proses itu hari ini?
Dalam artian beberapa penjelasan saya di atas, kita (manusia) mengenal literasi ini bukan sekedar di hari ini saja, tetapi sejak manusia purba itu ada dan menghilang, lalu beregenerasi menjadi kita.
Yup, saya pun sepakat dengan pendapat dari  beberapa teman saya yang mengalami dampak dari pengamalan literasi, “Kemampuan manusia dalam berliterasi menentukan kualitas hidupnya.”
Maka tak heran, kini gerakan literasi menjadi hangat kembali di tengah-tengah kita, di sekolah maupun dilapisan masyarakat.
Berangkat dari awal penjelasan itu, hari ini literasi finansial di tengah pandemi covid19 tengah terganggu, inilah yang akhirnya silih berganti nasihat masuk, dan silih berganti tawaran hadir untuk saya bisa masuk ke dunia saya yang lama maupun yang baru nantinya.
Pandemi covid19 meluluhlantakan semuanya, termasuk apa yang telah saya rencanakan. Inilah yang sampai saya jadikan judul di atas, apakah ini hari terakhir saya?
Mungkin ini juga yang ada dalam benak kalian (yang juga terdampak covid19), yang terkena PHK, yang usahanya gulung tikar, yang mendapatkan pengurangan gaji sampai bingung harus berbuat apa untuk keluarga?
Kita adalah sebagian kecil dari dampak yang terjadi. Secara psikologis apakah ini mengganggu? Ya tentu mengganggu.
Beberapa waktu sebelumnya, jauh dari waktu hari ini saya menulis akan hal ini, saya mencoba mencari pembenaran apa yang telah terjadi dengan datang ke psikolog.
Awalnya untuk konten.
Titik untuk konten, karena hal ini bisa jadi topik untuk mengedukasi para penonton channel youtube yang saya operasikan.
Tapi saya menyelam minum air. Ini juga untuk saya.
Untuk mengatur kejiwaan saya dan teman-teman yang membantu saya agar tak terlalu larut dari hal hal yang mengganggu pikiran karena dampak covid19 ini bukan main-main.
“Ah ngeluh nih tulisannya,” silakan dinilai.
Mencoba bersabar untuk tidak mengeluh, tidak bercerita itu adalah hal yang semakin merusak kejiwaan saya.
Saya tak bercerita secara langsung, saya hanya ingin menuliskan, jika kalian membaca cerita ini dan memahami apa yang tengah terjadi, “Terimakasih.”
Kembali lagi pada topik pembahasan.
Beberapa hari yang lalu, sama halnya dengan waktu-waktu sebelumnya, saya dan istri ajak anak saya mengenal dunia luar.
Ke beberapa tempat, mengenalkan kepada anak karena ia masih sangat antusias sekali mengenal bentuk dan tempat.
Disisipi penjelasan yang ia merespon dengan gemas. Kita mengajarkan literasi pada seorang bayi yang belum genap 1 tahun usianya, kebayangkan.
Aktifitas sehari-hari kita demikian, dengan jangkauan wilayah, kendaraan, dan sumber pendanaan yang terbatas, saya dan istri masuk ke desa-desa dan kota yang bisa kami jangkau, “Itu sapi nak, itu kucing nak, itu monyet nak,” kata kami.
Berjalan lagi, “Itu kambing nak,” kata kami.
Lanjut lagi, “Itu burung nak,” kata kami.
Terus, “Itu ada yang lagi di sawah menanam padi, seperti kakek ya nak,” kata kami.
Itu sebagian kecil yang ia juga pernah lihat di buku yang ada di perpustakaan mini rumah kami, maklum tak ada TV, yang ada rak dan buku-bukunya, dan anak kecil itu antusias sekali jika melihat apa yang ada di buku dan yang langsung ia lihat di tempat yang kami kunjungi, bahkan ia tak segan memberi tahu kami dengan telunjuk dan teriakannya.
Itulah rutinitas yang tak berbatas waktu bersama istri dan anak.
Namun mungkin, waktu seperti itu akan berkurang. Intensitasnya tak bisa seperti biasanya, atau bahkan ada takdir yang tidak akan sama sekali bisa mengulang masa-masa seperti itu. “Memang manusia tempatnya keresahan dalam berpikir.”
Saya hari ini jadi membayangkan, jika saya ambil salah satu tawaran atau saran itu, dan saya berjalan di dalamnya, saya tentunya harus All Out, salah satunya untuk anak.
Namun saya hari ini masih meyakini, hingga akhir bulan ini dengan rencana dan wacana yang telah saya susun.
Jika ini berhasil, intensitas waktu bersama istri dan anak, masih sama seperti semula.
Tapi jika ini gagal, bisa jadi ini adalah hari terakhir memiliki banyak waktu untuk sama-sama tumbuh saling mengajarkan literasi antara kami (saya, istri dan anak).
Saya masih berimajinasi, ada keajaiban datang di waktu-waktu yang terasa sangat sempit. (Karena berpikir saya sudah mulai menyempit).

Biasakan Tulis Komentar Usai Membaca